Benar Ada Rencana Serbuan Amerika
Reporter: dani
Adil – Jakarta, Rencananya gawat; Amerika menyerbu Indonesia. Targetnya; memburu anggota Al-Qaeda, gerakan pimpinan Osama bin Laden. Anggota Al-Qaeda Afganistan telah pindah ke Indonesia. Jumlahnya, lusinan. Mereka masuk lewat udara. Anggota Al-Qaeda dari Pakistan melalui jalur laut dengan memakai perahu. Patroli yang dilakukan pasukan Amerika Serikat (AS) di perairan Pakistan dan Iran, gagal menemukan anggota Al-Qaeda yang berupaya melarikan diri.
Malah, anggota Al-Qaeda sudah di Indonesia sebelum serangan 11 September 2001. Di Indonesia, anggota Al-Qaeda memberikan pelatihan kelompok Islam militan lokal. Nama Laskar Jihad yang dipimpin Ustad Ja’far Umar Thalib, disebut-sebut. Pejabat teras keamanan Pentagon –markas besar Departemen Pertahanan AS– tiba pada satu titik desakan. Mereka mendesak pemerintah Presiden AS, George W. Bush, segera mengirim pasukan elite ke Indonesia.
Senator Ted Stevens dari Negara Bagian Alaska mengungkapkan pemerintahan AS telah menyiapkan dana khusus untuk operasi militer di Indonesia. Dana operasi militer itu, diambilkan dari anggaran pertahanan AS US$ 18 juta. Atau setara Rp 180 miliar dengan kurs rupiah Rp 10.000 per dolar. Berita geledek itu dilansir oleh harian USA Today, edisi Rabu pekan lalu.
Pentagon menyebut Indonesia sebagai surga bagi Al-Qaeda. Deputi Direktur Kerja Sama Pentagon, Brigjen John Rosa, mengatakan Indonesia jadi tempat potensial untuk persembunyian teroris yang meloloskan diri dari serangan AS di Afganistan. Indonesia, tuturnya, negara sangat luas dengan banyak pulau. Amerika menilai pemerintah Presiden Megawati lemah mengontrolnya. ”Mungkin, negara itu (Indonesia) yang sedang kita buru. Ada tempat yang lebih mudah untuk bersembunyi? Tebak sajalah,” tegas Brigjen John Rosa.
Dalam wawancara dengan media Australian Financial Review pada Rabu pekan lalu, Menteri Luar Negeri AS, Colin Powell, mengakui adanya dugaan kuat bahwa jaringan Al-Qaeda terdapat di Indonesia. Masalahnya, benarkah lusinan anggota Al-Qaeda dari Afganistan dan Pakistan melarikan diri ke Indonesia? Seriuskah Amerika mengirimkan pasukan antiteror ke Indonesia?
Hamzah Haz, Wakil Presiden, sudah mencanangkan “Indonesia bebas teroris” saat perayaan malam Tahun Baru Islam, Kamis dua pekan lalu. ”Saya sudah berkali-kali mengatakan tidak ada terorisme di Indonesia. Jika ada, kita sudah menanganinya dari dulu,” tegas Hamzah Haz, setelah salat Jumat di kompleks Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), pada Jumat pekan lalu.
Wapres mengaku mengumpulkan sejumlah tokoh Islam yang selama ini dinilai terkait jaringan Al-Qaeda atau Osama bin Laden. Antara lain, Ja’far Umar Thalib, Abubakar Ba’asyir (pengasuh Ponpes Al-Mukmin di Jawa Tengah yang juga petinggi Majelis Mujahidin Indonesia) dan Habib Rizieq (Ketua FPI). ”Saya tidak memperoleh kesan itu (keras). Saya katakan jika ada gerakan yang mau mengacau keamanan, saya tak ragu-ragu menangkap,” kata Hamzah.
Pemerintah pun sudah melacak aset-aset tokoh ataupun organisasi terkait Al-Qaeda. Pelacakan menunjukkan aset-aset itu tidak diketemukan di sini. Sumber-sumber di kalangan intelijen mengatakan Amerika tidak mempercayai kejujuran Indonesia. Amerika menuding Indonesia menutup-nutupi. Apalagi, banyak WNI yang ditangkap di luar negeri. Terakhir, Tamsil Linrung, Agus Dwikarna, dan Abdul Jamal Balfas, ditangkap Pemerintah Filipina lantaran membawa bahan baku bom –meskipun diragukan kebenarannya– Rabu (13/3).
Singkat kata, Amerika bersikeras negeri ini sebagai gudang tukang teror. Namun, Amerika lantas menaikkan skala. Bukan teroris lagi tapi ekstremis fundamentalis. Dengan begitu, AS berharap pemerintah Mega mau mendukung.
Sebab itu, Direktur Biro Investigasi Federal (FBI) AS, Robert S. Muller, datang ke Indonesia. Selama dua hari, 15 dan 16 Maret, Muller mengadakan pertemuan dengan jajaran Menko Polkam dan Kepala Badan Intelijen Negara, Letjen TNI (Purn.) A.M. Hendropriyono. Pertemuan, kata Menko Polkam S.B. Yudhoyono, membahas kerja sama memerangi terorisme. Namun, tak diketahui apa yang dibahas Muller dan Hendro sebab pertemuan berlangsung tertutup.
Pengamat intelijen, Suripto, memiliki dugaan di balik kedatangan Muller. ”Ia (Muller) memiliki list (daftar) yang dianggap dan digolongkan teroris-teroris untuk dapat dicek di sini,” kata bekas Sekjen Dephutbun itu pada ADIL. Sumber ADIL di kalangan intelijen mengungkapkan agen-agen Badan Intelijen Negara (BIN) telah memiliki 200-an tokoh Islam versi FBI dan Central Intelligence Agency (CIA). ”Semuanya, lengkap,” terangnya.
Diduga kuat nama Tamsil Linrung dkk. termasuk di dalam daftar tokoh itu. Dengan adanya daftar 200-an tokoh tersebut, masih menurut sumber ADIL di lingkar intelijen, Amerika ingin membuktikan ucapannya soal jaringan Al-Qaeda bukan omong kosong. Nama-nama yang tertera dalam daftar itu adalah hasil operasi intelijen AS. Agen-agen intelijen, dengan modus memberikan bantuan namun ditolak, sudah ada di titik-titik kelompok Muslim militan.
Penggalangan operasi intelijen AS yang lain, seperti menggarap intelijen lokal, mendorong pembentukan Badan Koordinasi Antiteroris, dan membantu menyiapkan RUU Antiteroris. Operasi penggalangan intelijen itu berhasil mengumpulkan data kemampuan dan potensi perlawanan kelompok yang mereka sebut dengan Islam garis keras. Intelijen AS menganggap perlawanan masih sebatas retorika belaka. Kelompok-kelompok itu belum sampai pada tingkat marc forming (akumulasi kekuatan dengan latihan-latihan gerilya).
Operasi tersebut diikuti operasi intelijen yang berada langsung di bawah struktur Presiden AS. Seperti Special Operations Executive (SOE). United State Create and Office of Strategic Service (USS). Lembaga ini memiliki pengaruh yang kuat dalam pengambilan keputusan Presiden AS. Lalu Central Intelligence Group (CIG). Berisikan grup-grup intelijen AS, antara lain, FBI dan CIA. Biasa, CIG dipimpin Director of Intelligence Central (DIC).
Lembaga CIG mempunyai divisi mahapenting bernama Clandestine Operator of The Strategic Service Unit (SSU). Tugas SSU di kawasan Pasifik, termasuk Indonesia. Operasi penghanyutan senjata M-16 di perairan Sulawesi Utara, dan kasus yang menimpa Tamsil Linrung dkk. dicurigai dilakukan oleh SSU. Biasanya, operasi yang digelar SSU didukung penuh CIA. Satu lembaga lagi bernama Central Intelligence Corps (CIC). Tugas CIC mengombang-ambingkan berita rencana Amerika untuk mengirimkan pasukan antiteror ke Indonesia.
Rencana gawat itu disangkal orang nomor dua di Departemen Pertahanan AS, Paul D. Wolfowitz. Mantan Dubes AS di Indonesia ini menyatakan kehadiran pasukan AS di Indonesia tidak perlu. Pasalnya, cara itu kontraproduktif. Bantahan juga datang dari Dubes AS di Indonesia, Ralph L. Boyce. Menurut Boyce, berita rencana Amerika mengirim pasukan ke Indonesia yang ditulis USA Today tidak mewakili kebijakan Pemerintahan Presiden George W. Bush. Di dunia intelijen, Walfowitz dan Boyce telah melakukan tugas CIC.
Kalangan intelijen meyakini rencana AS mengirim pasukan ke Indonesia itu memang ada. Tanda-tandanya, peningkatan keamanan –meski tidak tampak di luaran– Ked
Ditulis dalam Relaksasi